this is it

Rabu, 08 Juli 2009

aku dan dia yang kukira akan pergi selamanya

saat itu pukul setengah tiga dini hari. handphone ku berdering tanpa henti. akhirnya ku angkat juga panggilan itu. suara disana begitu panik, tegang, namun sungguh tidak berdaya. ternyata, itu adalah suara mama dari sahabatku, revand(bukan nama asli). ia mengatakan, bahwa anaknya sekarang berada di rumah sakit di bilangan Jakarta Selatan. ya, penyakit sialan itu telah membuat sahabatku yang satu itu terkadang harus rela terkapar tak berdaya. aku sudah tidak kaget mendengarnya. kupikir, saat ini revand hanya sedang kambuh saja, seperti biasanya. dan kerap kali aku yang selalu merawatnya saat ia sakit. karena, orang tuanya jarang ada dirumah.
lalu, sambungan telepon terputus. samar-samar teringat oleh ku seberapa takut dan khawatirnya aku saat pertama kali melihat revand jatuh seketika sambil memuntahkan segumpal darah segar yang merah dan kental dari mulutnya yang membiru karena menahan rasa sakit.

baiklah, aku mulai cerita lengkap nya sekarang. aku dan revand berteman sejak kami duduk di bangku kelas 2 SMP. dan sejak saat itu, aku mengenal dirinya seperti aku mengenal diriku sendiri. begitu pun juga dengan dia. kami selalu bersama walaupun dia dari kaum Adam dan aku adalah kaum Hawa. revand tampan, pintar, cerdas, multi talented, dan ia adalah idola semua orang. sampai tiba saatnya satu rahasianya yang selama ini tidak ia ceritakan pada siapapun, dan padaku juga, tersibak.

begini ceritanya. saat itu hari rabu, jam pelajaran olahraga. kami masih duduk di kelas 2 SMP semester 2 awal. revand dan teman-teman lelakinya bermain bola. sementara aku dan teman-teman perempuanku bermain basket. lalu, aku mulai merasa lelah dan duduk di koridor yang menghadap ke lapangan. namun cukup tersembunyi dari sinar matahari. lalu, revand menghampiriku sambil tertawa meledekku. itu memang kebiasaannya. dan aku akan membalasnya terus-menerus hingga kami tak berhenti tertawa sebelum perut kami terasa mual. lalu, tiba-tiba, revand terbatuk dan jatuh ke lantai koridor sambil menutup mulutnya dengan tangan kanannya. sementara tangan kirinya menarik tangan kananku hingga aku ikut terjatuh. lalu kubungkukkan tubuhku, dan aku berusaha melihat wajahnya. tapi, sedetik kemudian, revan berlari ke arah toilet pria dan meninggalkan ku dengan semua kebingungan itu. aku tak mungkin menyusulnya. maka, kutunggu dia di koridor di samping toilet pria. tak lama ia keluar dengan muka yang begitu pucat. lalu berceritalah dia tentang penyakit sialan bernama sirosis (pengerasan hati) yang telah dideritanya semanjak setahun yang lalu. orangtuanya tak pernah mengetahui hal itu. mereka lebih sering di luar negeri daripada di rumah bersama revand. revan pun juga tak berniat sedikit pun untuk memberitahukan hal itu pada kedua orangtuanya. aku ingin sekali meneteskan air mata. tapi, aku ingat. revand selalu memarahiku kalau aku menangis. katanya, aku tak boleh cengeng seperti perempuan lainnya yang kebanyakan menurutnya itu cengeng. dan semenjak itu, setiap penyakit revand kambuh, akulah yang merawatnya. aku jugalah yang meneleponnya nyaris setiap saat untuk mengingatkannya makan dan minum obat.

dan sekarang, penyakit revand kambuh lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar